14 Nov 2019
  Editor Berita,

Rajut Kebersamaan dalam Kebhinekaan Satu Abad Taman Siswa

Yogyakarta (13/11/2019) jogjaprov.go.id –  “Revolusi pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD) menyangkut pedagogi dan isi yang dituangkan ke dalam protokol 1922 yang berisi asas-asas Taman Siswa dengan semboyan Lawan Sastro Ngesti Nulyo yang berarti kecerdasan jiwa menuju kesejahteraan,” tutur Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X.

Lebih lanjut Sri Paduka menyampaikan bahwa Pendidikan Nasional Taman Siswa adalah antitesa terhadap sistem pendidikan penjajah yang mengutamakan sifat-sifat intelektualitas, individualistis dan matrealistis. Taman Siswa harus menatap rentan waktu dari prakemerdekaan hingga pascakemerdekaan. Ki Soetatmo Soerjokoesoemo ex-STOVIA memimpin tirakatan SA-KA (Sarasehan “Selasa Kliwonan”). Hasil dari tirakatan SA-KA selama 2 tahun adalah dengan berdirinya Perguruan Nasioanal Taman Siswa.

Menurut Sri Paduka, Taman Siswa sebagai lembaga pendidikan dan kebudayaan memiliki tujuan agar terwujudnya masyarakat tertib dan damai. Ajaran KHD “Tri-Nga”, yang memiliki arti “Ngerti, Ngrasa, Nglakoni”. Ajaran tersebut mengingatkan kita agar selalu mengerti segala ajaran hidup dan cita-cita, serta merasakan dan sadar akan arti cita-cita tersebut. Untuk itu diperlukan kesadaran dengan penuh kesungguhan dalam menjalankannya. Selain itu, akronim lain, “Tri-N”: “Nitèni, Nirokké, Nambahi”, memiliki arti model membangun bangsa, agar dari budaya meniru menjadi bangsa yang kreatif, inovatif, percaya diri, mandiri, dan berkepribadian merdeka. “TigaN” ini sejalan dengan konsep Barat dalam transfer teknologi, “ThreeA”: “Adopt, Adapt, Advance”.

Selain itu, Perkembangan teknologi yang pesat, termasuk dengan adanya peran manusia yang tergantikan oleh kehadiran robot cerdas, dianggap dapat mendegradasi peranan manusia. Melalui Society 5.0, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) mentransformasi Big Data pada segala sendi kehidupan dan Internet of Things akan menjadi kearifan baru yang didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Oleh sebagian ahli Society 5.0, bukan diartikan sekadar tatanan Masyarakat 5.0, tetapi juga disebut Revolusi Peradaban 5.0.

Adapun pernyataan-pernyataan tersebut  di atas disampaikan Sri Paduka saat membacakan keynote speech dalam Sarasehan Pancasila Merajut Kebersamaan Dalam Kebhinnekaan yang diselenggarakan pada Rabu (13/11) siang di Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa (UST) Yogyakarta.

Bhineka Tunggal Ika Jangan Jadi Mitos

Lebih lanjut, Sri Paduka menuturkan, “Bhineka tunggal ika, jangan hanya dijadikan mitos, tapi hendaknya dijadikan etos bangsa untuk merajut kebersamaan dalam kebhinekaan dengan pancasila sebagai national dreaming. Marilah kita jaga dan rawat bersama seraya merajut kesatuan dan persatuan bangsa dengan mempertahankan pancasila sebagai jati diri bangsa di tengah dampak revolusi industri 4.0 dan 5.0” tutup Sri Paduka.

Selain dihadiri Wakil Gubernur DIY, acara seminar ini turut dihadiri oleh Rektor UST Yogyakarta beserta jajarannya, Jajaran anggota Forkopimda se-DIY, serta para tamu undangan lainnya. Pada seminar ini, Prof. Dr. Sri Edi Swasono turut hadir sebagai narasumber dengan pembahasan Globalisasi Perubahan Cepat dan Destruksi Kreatif.

Rektor UST Yogyakarta, Ki Drs. H. Pardimin M.Pd., PhD. dalam sambutannya menyampaikan,  acara sarasehan ini sudah dipersiapkan kurang lebih selama dua bulan dengan koordinasi langsung bersama Sri Paduka. Sarasehan ini sendiri merupakan rangkaian acara dari peringatan 1 Abad Taman Siswa. 

“Atas nama UST, saya ucapkan terimakasih kepada seluruh hadirin yang berkenan hadir mengikuti sarasehan pada siang ini. Selain itu, terimakasih tak terhingga kepada Sri Paduka atas seluruh dukungan yang telah diberikan selama ini,” tutup Ki Parmidin. (ss/pal)

Humas Pemda DIY

 

 

Bagaimana kualitas berita ini: