14 Mar 2024

Cegah Kasus Berulang, Sri Sultan Tegaskan Literasi dan Edukasi

Yogyakarta (14/03/2024) jogjaprov.go.id - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X  mengaku heran dengan adanya kasus berulang terkait suspek antraks di Sleman dan Gunungkidul belakangan ini. Kasus suspek antraks di dua kabupaten di DIY ini dikarenakan perilaku masyarakat yang masih saja menyembelih hewan ternak yang sudah mati.

"Ya makanya itu, saya itu herannya di situ. Makanya saya tadi ngasih catatan ke Dinas Kesehatan sama (Dinas) Pertanian, kenapa (perilaku masyarakat itu) selalu berulang begitu. Mungkin perlu literasi yang baik kepada masyarakat peternak, bagaimana menjaga ternak dan dirinya agar antraks tidak terulang," ungkap Sri Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta pada Kamis (14/03).

Menurut Sri Sultan, jika dibandingkan dengan kasus antraks sebelumnya, kasus yang terjadi sekarang ini hanya berjarak dalam hitungan bulan. Meski demikian, Sri Sultan mengaku belum perlu untuk dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Dan Sri Sultan pun berharap semoga upaya penyelesaian kasus yang sudah dijalankan bisa menangani kasus yang ada.

"(Status KLB) Saya kira belum perlu, kecuali kalau memang ada dasar berkembangnya penyakit. Kalau tidak kan (penanganan) bisa terlokalisasi, malah lebih baik. Tapi kan masalahnya bukan itu, tapi kenapa selalu terulang. Mungkin perlu edukasi," kata Sri Sultan.

Sri Sultan pun berpesan bagi para peternak untuk selalu berhati-hati dan mampu mengenali kondisi hewan ternaknya. Hewan yang sakit penanganannya tentu dengan diobati. "Masa peternak sapi tidak paham kalau sapinya nglentur, diam saja, lemas, tidak curiga kan tidak mungkin. Mestinya ya diobati, jangan mati malah dipotong karena sayang, lha yo piye," imbuh Sri Sultan.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Hery Sulistio Hermawan mengatakan, Pemda DIY perlu melakukan intervensi perilaku, khususnya terhadap praktik purak/brandu ternak sakit atau mati. Intervensi ini juga bertujuan untuk dapat meningkatkan efektivitas Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pemilik ternak dan dapat mengupayakan alokasi anggaran untuk semenisasi lokasi yang tercemar antraks.

“Intervensi perilaku dan peningkatan KIE ini untuk mencegah terjadinya pemotongan hewan sakit/mati atau brandu. Bersama seluruh pejabat otoritas veteriner di DIY dan para pejabat yang kompeten, kami juga menyusun zonasi pengendalian antraks dan ditetapkan oleh masing-masing kepala dinas kabupaten/kota,” ungkapnya.

Hery menambahkan, guna penyelesaian kasus yang sudah terjadi di Sleman dan Gunungkidul, pihaknya melakukan pendataan terhadap populasi ternak, sarana prasarana logistik, seperti obat-obatan, vitamin, vaksin dan desinfektan, sumber daya. Selain itu, pihaknya juga berupaya menyediakan sumber daya untuk memaksimalkan pengobatan pada ternak, pelaksanaan vaksinasi, dan pengendalian lalu lintas hewan harus diupayakan lebih intensif.

“Dalam pengendalian kasus pada ternak yang terduga antraks, perlu memperhatikan Standar Operasional Prosedur sesuai dengan Pedoman Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular (PHM) Seri Penyakit Antraks Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2016. Baik itu dari sisi penanganan hewan sakit, pemusnahan bangkai, desinfeksi lingkungan, pengobatan, vaksinasi dan pengaturan lalu lintas ternak,” imbuhnya.

Sementara itu, dari hasil investigasi yang dilakukan Dinas Kesehatan DIY, untuk kasus suspek antraks di Kabupaten Sleman dalam periode 8-12 Maret 2024 berjumlah 26 kasus, dengan kasus suspek meninggal 1 kasus. Sedangkan di Kabupaten Gunungkidul terdeteksi 19 kasus dalam periode yang sama, di mana dua suspek di antaranya masih menjalani rawat inap.

"Total suspek antraks ada 46 kasus. Untuk satu kasus suspek meninggal, belum terambil sampel dan belum dilakukan audit penyebab kematian," ungkap Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie.

Pembajun mengungkapkan, upaya yang dilakukan untuk mengatasi kasus suspek antraks ini ialah dengan melakukan penyelidikan epidemiologi di kedua kabupaten dan dilakukan pengambilan sampel pada yang bergejala. Selanjutnya, dilakukan pula pengobatan pada suspek antraks, yakni orang yang bergejala mengarah ke penyakit antraks dan memiliki riwayat mengkonsumsi daging hewan sakit/mati mendadak.

"Kami juga melakukan pemberian profilaksis  atau obat pencegahan kepada mereka yang terpapar atau tidak bergejala tetapi memiliki riwayat mengkonsumsi daging hewan sakit/mati mendadak. Kami juga melakukan edukasi kepada masyarakat terdampak oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan di kedua Kabupaten, terutama kepada tokoh masyarakat, harapannya terjadi perubahan perilaku," paparnya. (Rt/Ip/Th)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: