10 Mar 2022
  Humas Berita,

DIY Fokuskan Penanganan Kemiskinan Berbasis Budaya

Yogyakarta (10/03/2022) jogjaprov.go.id – Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku ALam X didampingi Kepala Bappeda DIY dan pejabat terkait mewakili Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pada acara Workshop Pemeriksaan Terinci LFAR Tematik Kinerja Upaya  Pemerintah Daerah dalam Penaggulangan Kemiskinan yang diselenggarakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI secara daring pada Kamis (10/03) di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

Pada paparannya Wakil Gubernur DIY menyampaikan  bahwa mestinya pembangunan lebih terkait dengan kemiskinan, lebih berorientasi pada kemartabatan.

“Jadi, program ini menjadikan obyek yang harus kita kerjakan sedemikian rupa tetapi bagaimana justru mereka menjadi subyek dimana kemartabatan yang dilandasi humanisme dan kesejahteraan adalah salah satu kuncinya,” terang Sri Paduka. Komitmen Negara dan partisipasi publik sebagai subyek yang aktif adalah penting.

Sri Paduka menuturkan bahwa, yang paling penting adalah publik sebagai subyek yang aktif. Sebagus apapun program yang dirancang dan dana yang dianggarkan akan sia-sia apabila tidak ada pastisipasi publik  yang mendukung. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab bersama untuk mengedukasi publik yang pada nantinya akan paralel dengan penanggulangan kemiskinan.

Tidak hanya unsur partisipai publik saja, namun adanya perbedaan budaya lokal pada akhirnya justru menjadi tolak ukur yang harus dipahami lebih lanjut. Sri Paduka mencontohkan, bahwa Daerah stimewa Yogyakarta terdiri dari 4 (empat) Kabupaten 1 (satu) Kota dan memiliki treatment penangan kemiskinan yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini dikarena perbedaan budaya. Budaya bukan dalam arti berkesenian saja, tetapi budaya bersih, budaya aman, budaya kerja dan budaya-budaya lainnya.

“Dari hal-hal tersebut, kami mencoba untuk selalu mengevaluasi kegiatan program dan kami sesuaikan dengan kearifan-kearifan lokal,” tutur Sri Paduka. Untuk keakuratan data sendiri diakui bahwa ada inclution maupun exclution error sehingga masih perlu dan perlu dilakukan verifikasi dan validasi data. Dibutuhkan data yang paling tidak verifikasi dan validasinya baik dengan melakukan cleansing data sehingga ditentukan paling tidak data yang paling mendekati keabsahan.

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) DIY mencoba kerjasama antar OPD dalam rangka sinergitas penanggulangan kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta. “Di tempat kami, sinergitas kami masukkan dalam salah satu komponen Penilaian Kinerja,” ungkap Sri Paduka.

Kemiskinan tidak bisa dipandang secara seragam, tetapi yang perlu diseragamkan adalah perspektifnya. Masing-masing pihak meiliki karakter yang berbeda sehingga penanganannya pun berbeda. Seperti apa yang telah disampaikan oleh Sri Paduka diawal, pendekatan dengan budaya diharapkan mampu menerjemahkan problem dan kapasitas masyarakat tetapi tidak perlu terlepas dari akar permasalahannya.

Sri Paduka menegaskan, “Apapun yang terjadi kita adalah kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat sehingga program dan prioritas tetap harus mengacu pada Pemerintah Pusat, hanya kemudian implementasi di lapangan kitalah yang lebih paham, kitalah yang lebih mengerti warga kita.”

Sri Paduka mencontohkan seperti apa yang terjadi pada Desa Mandiri Budaya, yang lebih mengedepankan warga, warga sebagai subyek.

Sri Paduka menekankan agar masyarakat kelompk sasaran perlu dilibatkan secara aktif sebagai subyek dalam proses pemberdayaan; apa kebutuhan mereka, apa kebisaan mereka, dan apa yang menjadi alas pikir mereka sehingga mereka bersikap begitu. Dan juga perlu dibangun ruang-ruang untuk dialog.

“Ruang dialog ini perlu dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan sampai pengawasan, sehingga ada pemahaman yang sama antara pelaksana dan juga penerima kegiatan,” jelas Sri Paduka. (fk)

 

HUMAS PEMDA DIY

 

Bagaimana kualitas berita ini: