06 Jan 2022
  Humas Berita,

Kadipaten Pakualaman dan UST Kerjasama Kembangkan Budaya DIY

Yogyakarta (06/01/2022) jogjaprov.go.id –“Marilah kita terus-menerus mengimplementasikan piwulang leluhur dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan agar tidak terjadi gegar budaya. Penguatan sifat, pola pikir, dan perilaku akan membentuk budaya yang tangguh. Pakualaman bersama Tamansiswa akan bersinergi untuk mewujudkannya.”

Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X dalam acara Penandatanganan MoU antara Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa dan Kadipaten Pakualaman pada Kamis (06/01) di Gedung Pusat, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta. Penandatanganan MoU dilakukan oleh KGPAA Paku Alam X dan Prof. Drs. H. Pardimin, M.Pd., Ph.D., Rektor Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Dituturkan oleh Sri Paduka, Ki Hadjar Dewantara telah menyumbangkan pemikiran berkaitan dengan tata cara mewujudkan hidup selamat dan bahagia, atau salam dan bahagia melalui “Teori Trikon” yang masih relevan dengan upaya pengembangan kebudayaan. Teori Trikon lahir dari pemaknaan tentang tidak perlunya suatu pertikaian yang disebabkan karena perbedaan adat. Menurut Ki Hadjar Dewantara, wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan saling berkaitan menjadi sebuah sistem atau yang disebut sebagai adat. Adat inilah yang akan terus berubah mengikuti waktu dan keadaan.

Oleh sebab itu, pada Pasal Dua Perdais nomor 3/2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan disebutkan dan ditegaskan bahwa pengaturan pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan antara lain dilaksanakan berdasarkan prinsip (a) keterbukaan terhadap budaya lain; (b) kemampuan mengolah budaya; (c) kesadaran dialogis; (d) kepribadian kuat; (e) berkesinambungan; dan (f) membentuk kesatuan budaya mandiri.

Dijelaskan oleh Sri Paduka, merujuk tulisan Ki Hadjar Dewantara, yang dimaksud dengan Trikon adalah tiga konsep yakni:

  • Kontinu atau ‘berkesinambungan’ dalam senantiasa menjaga nilai-nilai budaya para pendahulu dan melanjutkan pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Konvergen atau ‘bersifat memusat’ dengan memberikan ruang pertemuan antara budaya kita dengan budaya manca untuk saling berdialog, dan
  • Konsentris atau mempunyai pusat yang sama untuk menciptakan budaya baru yang konstruktif dan lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Implementasi Trikon dari Pakualaman untuk Yogyakarta antara lain melanjutkan kewajiban Leluhur Mataram sebagai pengembang kebudayaan dan sebagian di antaranya menerapkan piwulang-piwulang yang terekam di naskah kuno, contohnya Babad Mantawis saha Candra Nata.

Naskah yang ditulis pada masa Kanjeng Gusti Paku Alam II sekitar tahun 1830-an ini menyampaikan kisah Panembahan Senapati dalam meraih keberhasilan berkat kegigihan untuk mewujudkan cita-citanya, dengan berpegang pada piwulang sebagai berikut:

  • Menyadari bahwa manusia adalah hamba Tuhan yang dianugerahi pikir dan rasa sehingga mampu bernalar;
  • Bekal menambah ilmu adalah kemauan, ingat, mantap, dan bersungguh-sungguh;
  • Bahaya terbesar dalam hidup ini adalah jika tidak memperoleh kasih Tuhan.

“Merujuk pada ajaran luhur yang tertera dalam Babad Mantawis saha Candra Nata, dapatlah kita simpulkan, bahwa untuk mewujudkan keselamatan hidup, hendaknya selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, rajin berusaha dan menambah ilmu, selalu bersyukur, sabar, dan ikhlas,” jelas Sri Paduka.

Piwulang tentang pembelajaran yang bernalar ini akan membekali setiap insan, agar menjadi pribadi berwawasan luas dan bertanggung jawab jika benar-benar diterapkan. Nyatalah bahwa piwulang yang ditulis hampir dua abad yang lalu itu masih relevan dengan masa kini dan baik untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari,” Sri Paduka menambahkan.

Dalam kesempatan ini, Sri Paduka juga menyampaikan bahwa piwulang dari K.G.P.A. Paku Alam II, yakni “SÄ›stradi”, pada tahun 2021 telah ditetapkan menjadi salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Daerah Istimewa Yogyakarta. SÄ›stradi memuat 21 sikap baik yang dapat dijadikan pedoman sekaligus perisai untuk mempertahankan keragaman budaya dalam menghadapi globalisasi yang terus berkembang,

“Kesungguhan dan niat harus dibangun dalam hati, agar kita benar-benar sampai pada tempat yang diharapkan. Piwulang ini sungguh bermanfaat bagi kita semua, termasuk saudara-saudara yang saat ini sedang ngangsu kawruh, ‘menimba ilmu’ di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa,” tutur Sri Paduka. (fk/ra)

 

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: