10 Mar 2018
  Humas Berita,

Perubahan Bisnis Global, Pelaku Usaha Perlu Antisipatif

Yogyakarta (10/03/2018) jogjaprov.gi.id - Dalam era disrupsi inovasi sekarang ini, para pelaku usaha hendaknya mampu bersikap antisipatif terhadap perubahan bisnis global. Sebab, jika diferensiasi hanya disandarkan pada harga murah, maka produk akan tetap tersingkir begitu masuk barang berkualitas yang lebih murah.

Hal ini disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam pembukaan Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia (JIFFINA) 2018 di Jogja Expo Center pada Sabtu (10/03). Dikatakan Gubernur DIY, para pelaku usaha harus meninggalkan nostalgia subjektif pada kondisi masa lalu. Di era perubahan yang tidak bisa diprediksi ini, para pelaku bisnis juga harus mencermati dan mengantisipasi perubahan.

“Misalnya, dari bisnis konvensional ke e-commerce. Bisnis online itu ibarat menjual barang ke tempat yang tidak mungkin bisa kita lakukan. Bisnis ini membutuhkan trust karena kita tidak mengenal pembelinya, sehingga harus ekstra hati-hati. Konsekuensinya di tataran perusahaan, mengharuskan pelaku industri mebel dan kerajinan fokus pada keunikan produk yang memiliki nilai lebih dibanding produk sejenis,” kata Gubernur DIY.

Terkait upaya menghadapi pasar global, Gubernur DIY pun melontar dua pertanyaan yang dianggap penting. Pertama, seberapa tangguh pelaku industri mebel dan kerajinan dalam menghadapi tantangan masuknya produk asing ke pasar domestik yang terbuka. Kedua, seberapa kreatif para pelaku bisnis mebel dan kerajinan mampu mengembangkan produk lokal yang unggul untuk bersaing di pasar global.

“Guna menjawab tantangan itu, kita perlu menerapkan konsep technovision yang mengandung tiga aspek, yaitu inovasi teknologi, technopreneurship, dan manajemen teknologi. Penguasaan pada dua kemampuan yang pertama saja belumlah menjadi jaminan. Tanpa dukungan manajemen teknologi, sering kali produk yang dihasilkan gagal dalam tahap komersialisasi di pasar,” ungkap Gubernur DIY.

Menurut Gubernur DIY, kegagalan tahap komersialisasi produk-produk Indonesia juga dikarenakan kurangnya kemampuan manajemen teknologi. Ini karena pasar global selalu menuntut skala ekonomi yang cukup dan kemampuan delivery yang tepat waktu, selain terpenuhinya standar mutu produk.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengatakan, industri mebel dan kerajinan merupakan salah satu industri prioritas yang menghasilkan produk dengan nilai tambah, berdaya saing global, dan juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan. Semua itu juga didukung oleh banyaknya sumber daya produk yang cukup melimpah di Indonesia seperti kayu, rotan, dan bambu.

“Kapabilitas Indonesia dalam memproduksi produk mebel dan kerajinan sudah tersohor di mata dunia. Ini karena berkaitan dengan aspek pemilihan bahan baku dan juga desain produk yang menjadi salah satu keunggulan produk Indonesia, misalnya desain ukir yang juga membawa khasanah budaya Indonesia,” ungkap Sekjen Kementerian Perindustrian.

Untuk itu, sebagai wujud dukungan bagi para pelaku bisnis mebel dan kerajinan di Indonesia, Kementerian Perindustrian memfasilitasi pengurusan Hak atas Kekayaan Intelektual dari produk-produk mebel dan kerajinan para pelaku industri mebel dan kerajinan Indonesia. “Hal ini masih kurang diperhatikan oleh para pelaku bisnis mebel dan kerajinan sendiri. Karenanya kami fasilitasi untuk menghindari plagiarisme,” imbuh Sekjen Kementerian Perindustrian.

JIFFINA 2018 sendiri digelar pada 10-13 Maret di Jogja Expo Center. Pameran internasional yang digelar untuk ketiga kalinya ini mengusung tema keunikan dan orisinalitas produk mebel dan kerajinan Yogyakarta.

"Pada gelaran kali ini kami mengusung tema Indonesia Original Unique Furniture and Craft Product. Alasannya, karena produk yang kami tawarkan jelas memiliki keunikan yang bahkan tidak akan ditemui para buyer di pameran-pameran serupa di negara lain," ujar Ketua Panitia JIFFINA 2018 Endro Wardoyo. (Rt)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: