01 Feb 2024
  Humas DIY Berita,

Prevalensi Stunting DIY Capai 5 Besar Terbaik di Indonesia

Yogyakarta (01/02/2024) jogjaprov.go.id - Prevalensi stunting di DIY berada di angka 16,4 %, dan menjadi 5 besar terendah di Indonesia. Angka ini jauh di bawah prevalensi stunting nasional  yaitu 21,6 %.

Angka ini didapat oleh Wagub DIY KGPAA Paku Alam X langsung dari Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo, pada Kamis (01/02) di Gedhong Pare Anom, Kompleks Kepatihan Yogyakarta. Atas laporan tersebut, Sri Paduka sangat mengapresiasi, namun juga akan terus mendorong penekanan angka stunting di DIY. Mengingat, meskipun sudah jauh di bawah prevalensi nasional, namun DIY tetap harus menurunkan sebanyak 2% lagi, sehingga menyentuh angka target prevalensi stunting nasional yaitu 14 %.

Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo mengatakan, dirinya optimis bahwa angka tersebut bisa dicapai DIY dengan tidak terlalu sulit. Untuk mempercepat penekanan angka stunting, Hasto mengatakan agar dilakukan pencegahan dini. Calon pengantin harus dikawal  dan diberi arahan, dengan menggandeng KUA.

“Calon pengantin ini kesadarannya harus digalakkan lagi, karena saat ini sekitar 20.000 yang nikah di tahun 2023, yang terdaftar di Simkah ini, yang periksa darah dan sebagainya baru sekitar 4000.Jadi baru 20,5%. Itu yang perlu kita galakkan,” kata Hasto.

Hasto juga menyambut baik usulan Wagub DIY untuk melibatkan local wisdom untuk menekan prevalensi stunting. Local wisdom penting dilakukan karena dapat menjadi alternatif kreatif untuk mengedukasi keluarga. Sesuai dengan arahan Sri Paduka, menurut Hasto, budaya memang menjadi senjata ampuh untuk edukasi kepada masyarakat.

“Kalau misalnya tingkep atau 7 bulanan, itu kita bisa adakan tingkep massal, kemudian sambil dikasih edukasi harus bagaimana. Kalau sudah tingkep atau 7 bulanan, kepala (bayi) harus sudah di bawah, berarti kalau belum namanya sungsang, jadi nanti habis tingkep PR-nya nungging supaya tidak sungsang,” papar Hasto.

Mengawinkan momentum antara budaya dengan kondisi medis ini menurut Hasto menjadi hal yang sangat baik. Mengingat, masing-masing daerah memiliki karakter budaya yang berbeda dan beragam. Keberagaman inilah yang menurut Hasto justru bisa menjadi senjata ampuh mengedukasi masyarakat.

Asisten Setda Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat DIY, Sugeng Purwanto, usai mendampingi Sri Paduka mengatakan, meskipun stunting relatif terkendali, namun perlu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terdapat sisi-sisi yang masih perlu mendapatkan penekanan dalam bentuk implementasi kebijakan, seperti penanganan autisme, ODGJ, dan lainnya.

“Jogja sendiri kalau penanganan terhadap hal itu kan sudah berjalan tapi justru apa yang menjadi kendala hambatan yang tiga hal tadi kami sampaikan yaitu kerentanan dengan perilaku personal. Kita menggandeng dinas-dinas terkait, meskipun ini ranahnya Dinas Kesehatan. Dinsos, Disbud, dan lainnya,” ungkap Sugeng.

Sugeng memaparkan, sesuai dengan arahan Sri Paduka, elaborasi dengan kebudayaan perlu dilakukan. Misalnya pada usia kehamilan 4 bulan, dilakukan mapati. Secara medis, 4 bulan janin mulai menendang. Pada pada saat itu, perlu dipastikan apakah sudah sesuai dengan perkembangan atau belum.  

“Ini adalah pitutur luhur yang sering tidak diterjemahkan secara sanepo. Misalnya sudah lahir, sudah merangkak itu ada tedak siten. Bayi merangkak memilih barang apa yang disediakan. Ini sebenarnya yang kita pastikan adalah pada usia seperti itu, motorik anak sudah berkembang atau belum, intuisinya judah ada atau belum. Itu maksudnya,” tutup Sugeng.   (uk/ts/wa)

Humas Pemda DIY

 

Bagaimana kualitas berita ini: