12 Sep 2023
  Humas DIY Berita,

Rabu Pungkasan, Tradisi Tolak Bala dan Lemper Raksasa

Bantul (12/09/2023) jogjaprov.go.id - Telah ada sejak masa pemerintahan Sultan Agung pada tahun 1600an, upacara adat Rabu Pungkasan menjadi tradisi yang tetap lestari. Dahulu, Rabu Pungkasan digelar sebagai upaya bagi masyarakat Desa Wonokromo untuk menolak bala atau musibah.

Sesuai namanya, upacara adat ini diselenggarakan setiap malam Rabu terakhir pada bulan Safar. Tahun 2023 ini, malam Rabu terakhir pada bulan Safar jatuh pada Selasa (12/09). Selain sebagai penolak bala, tradisi yang identik dengan laku keprihatinan para kyai dan ulama zaman dulu, juga sebagai bentuk syukur atas hasil bumi masyarakat.

Lemper menjadi salah satu makanan yang sangat identik dan ikonik pada upacara adat ini. Pada upacara ini, lemper raksasa sepanjang 2,5 m dengan diameter 50 cm, dengan didampingi gunungan lemper kecil akan dikirab. Lemper raksasa ini menghabiskan puluhan kilo beras ketan, berkilo-kilo daging ayam sebagai isian, dan puluhan papah daun pisang sebagai pembungkus. Kirab dilakukan dari  Masjid Al Huda Karang Anom, menuju pendopo balai Kalurahan Wonokromo, Pleret, Bantul.  

Lemper sendiri selain sebagai kudapan favorit Sultan Agung, juga memiliki makna khusus yang sangat dalam. Lemper menjadi simbol perjuangan hidup agar manusia menyingkirkan belenggu sebelum mengecap nikmatnya kehidupan. Lemper adalah simbol nasihat untuk selalu rendah hati. Sesuai dengan kepanjangan lemper, yakni yen dialem atimu ojo memper, artinya tidak boleh sombong ketika dipuji orang lain. Lemper juga dimaknai sebagai bentuk harapan akan datangnya suatu keberkahan.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan, dahulu Rabu Pungkasan digelar karena kekhawatiran  akan terjadi musibah. Bulan Safar bagi masyarakat dahulu, dikenal menjadi bulan sial. Oleh karenanya, guna mengantisipasi munculnya musibah, maka para leluhur membiasakan untuk salat empat rakaat dan berdoa kepada Allah SWT. Hal ini dilakukan agar dijauhkan dari musibah-musibah baik musibah lahir maupun musibah batin, musibah kolektif seperti gempa bumi ataupun musibah individual seperti kebangkrutan dan lain sebagainya.

“Maka Rabu Pungkasan ini sesungguhnya adalah momentum bagi kita Masyarakat Bantul untuk memperbanyak doa agar dijauhkan dari musibah dan marabahaya,” kata Halim.

Halim mengatakan, Rabu Pungkasan sendiri telah menjadi bagian dari  Warisan Budaya Tak Benda yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini membuktikan bahwa tradisi ini memang sepatutnya dilestarikan sebagai unsur kekayaan budaya DIY.

“Ngarsa Dalem sangat mendukung acara ini dan bahkan beliau merekomendasikan kepada kementerian agar ini ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Beliau juga memberikan dukungan dari Dana Keistimewaan, karena memang sekarang seluruh adat istiadat, tradisi, seni pertunjukan, yang menjadi kebudayaan warga kabupaten Bantul dan DIY diberikan support dari Dana Keistimewaan,” tutur Halim.

Rabu Pungkasan tidak hanya sekedar upacara adat saja, namun ternyata mampu memunculkan potensi pariwisata serta ekonomi. Selain itu, selama 3 minggu sebelum hari H Rabu Pungkasan, digelar pasar malam yang mewadahi para UMKM.

“Potensi pengguliran roda perekonomian sangat besar karena digelar pasar malam pula di depan itu,  di lapangan Wonokromo. Ini menghasilkan omset perdagangan yang sangat besar, pesertanya pun   UMKM-UMKM kita, sehingga pasti dampak ekonominya sangat besar,” tutup Halim.

Lurah Kalurahan Wonokromo, Machrus Hanafi, membenarkan adanya pergerakan ekonomi yang tidak bisa diremehkan pada upacara adat ini. Keramaian pasar malam yang digelar kurang lebih 3 minggu mampu menjadi wadah bagi para pelaku UMKM untuk memasarkan produknya. UMKM ini berasal dari padukuhan-padukuhan, sekolah-sekolah serta paguyuban, yang tentunya membuka peluang pasar yang lebih luas bagi mereka.

"Rabu pungkasan ini menjadi potensi terintegrasi artinya ada potensi budaya, potensi wisata dan yang paling penting adalah potensi ekonomi. Potensi ekonominya yang paling menggembirakan,” kata Machrus.

Di Akhir acara, sepasang gunungan yang terdiri atas lemper-lemper kecil dan berbagai hasil bumi masyarakat Wonokromo dibagikan kepada masyarakat. Pun dengan leper raksasa yang secara simbolik dibelah oleh Bupati Bantul, bisa dinikmati  oleh masyarakat sekitar. (uk/hy/jon)

Humas Pemda DIY

 

 

 

Bagaimana kualitas berita ini: