01 Des 2010
  Humas Berita,

Referendum Yogya Bukan Makar & Jadi Alternatif Terakhir

Yogyakarta - Ada pihak yang menganggap seruan referendum di Yogyakarta merupakan aksi makar. Anggapan ini tidak tepat, karena referendum hanya terbatas dalam konteks pengisian jabatan Gubernur DIY.

"Referendum yang diwacanakan HB X adalah dalam konteks pengisian jabatan Gubernur DIY. Soal bergabung dengan NKRI itu sudah final. Sedangkan konsep ijab qobul diwacanakan supaya ruhnya masuk dalam RUUK agar di kemudian hari keistimewaan DIY tak terbantahkan," tegas Ketua Komite Independen Pengawal Referendum (KIPER), Inung Nurzani.

Hal tersebut Inung ungkapkan saat berbincang dengan detikcom di Posko Relawan Referendum, Jl Pekapalan Timur, Kompleks Alun-alun Utara, Yogyakarta, Selasa (30/11/2010).

Inung menegaskan bahwa referendum adalah pilihan terakhir, jika nanti pengisian Gubernur DIY tetap dipaksakan melalui proses pemilihan langsung. "Referendum itu alternatif terakhir. Sampai saat ini rakyat Yogya masih menunggu dawuhe Ngarsa Dalem (perintah Sultan). Tapi kalau tetap seperti itu (dipaksakan pemilihan), arahnya ke referendum, seperti maklumat HB IX tanggal 5 September 1945. Rakyat Yogya bisa menentukan sendiri," terang Inung.

Inung mengaku cukup kaget dengan pernyataan Presiden SBY soal monarki di Yogyakarta. Ia menyarankan SBY untuk menengok sejarah sebelum memberi pernyataan tersebut.

"Mari melihat ke bawah. Sejarah perjuangan keraton dan pakualaman, dimana sejak 1945 posisi gubernur dan wakil gubernur selalu dijabat Sultan dan Paku Alam. Selama ini rakyat adem ayem dan tenteram. Rakyat Yogya sudah menikmati 'Tahta untuk Rakyat'. Kemarin rakyat Yogya banyak yang kaget. Sekelas SBY kok ngomong gitu. Mbok lihat sejarah," tambahnya.

Inung menegaskan bahwa referendum Yogya tidak sama dengan referendum Timor Timur. "Ini bukan makar untuk mendirikan negara sendiri," tutupnya.

www.detik.com

Bagaimana kualitas berita ini: