22 Jul 2022
  Humas DIY Berita,

Sumbu Filosofi DIY Ajarkan Toleransi pada Sesama Manusia

Yogyakarta (22/07/2022) jogjaprov.go.id – Sumbu Filosofi DIY mengajarkan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesama manusia. Mewujudkan toleransi tidak hanya antar umat beragama, tapi juga antar suku, budaya dan adat istiadat merupakan salah satu yang perlu dipahami dari Sumbu Filosofi DIY.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan hal demikian saat menerima kunjungan Institut Leimena guna belajar toleransi antar umat beragama, Jumat (22/07) di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Institut Leimena adalah lembaga non profit yang bergerak menumbuhkan semangat kebersamaan dan kemajemukan agar para pemimpin agama bersama dengan para pemimpin publik, baik di Indonesia maupun di dunia, dapat bekerjasama dalam mengisi landasan moral, etik dan spiritual.

Sri Sultan mengatakan, sudah sewajarnya DIY menghadirkan kehidupan yang damai dan penuh dengan toleransi, mengingat ajaran-ajaran tersebut sudah ditanamkan sejak dahulu oleh nenek moyang. Bahkan sejak awal berdirinya Mataram Sri Sultan Hamengku Buwono I telah menciptakan landmark Sumbu Filosofi yang penuh makna, sebagai simbol keseimbangan hidup.

“Saya tidak boleh membedakan satu dengan yang lain. Apapun agamanya, sukunya, budayanya, jika sudah masuk DIY ya jadi warga kami. Diperlakukan sama bukan karena dasar agama tapi manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia terlepas apa yang dianutnya. Itu adalah janji spiritual yang harus dilakukan oleh seorang Sultan,” jelas Sri Sultan.

Tuhan menciptakan manusia yang berbeda-beda dan perbedaan itu adalah keniscayaan. Namun sayangnya,  tidak semua umat paham akan hal tersebut. Idealisme dalam beragama tidak boleh mengesampingkan bahwa manusia tidak setara. Yang harus dipahami oleh setiap orang adalah tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kebencian, kejahatan, menyakiti, dan saling melukai. Semua agama mengajarkan kebaikan, kasih sayang dan toleransi.

Tidak dapat dipungkiri, mengingat DIY adalah miniatur Indonesia, gesekan-gesekan antar suku, ras, dan agama memang sangat mungkin terjadi. Namun, manajemen penyelesaian masalah di DIY telah didesain untuk meminimalisir kemungkinan tersebut. Membuka ruang untuk dialog dengan masyrakat menjadi salah satu yang dilakukan agar tidak terjadi gesekan. Masyarakat juga perlu diberi kepercayaan untuk menjaga sendiri keharmonisan lingkungannya sehingga toleransi bisa tumbuh.

“Masyarakat DIY paham dan tahu dengan baik bagaimana toleransi harus dijalankan. Demokratisasi  berjalan dengan sangat baik di sini.,” ujar Sri Sultan.

Lebih lanjut Sri Sultan menerangkan, jika memang terjadi konflik apapun itu dirinya tidak sungkan untuk turun langsung memantau di lapangan. Sri Sultan memastikan tidak pernah lepas tangan pada konflik-konflik yang mungkin muncul. Dari kasus terorisme, kerusuhan pada saat demonstrasi, hingga kasus kekerasan antar suku, Sri Sultan memastikan tidak akan membiarkan konflik terus berkepanjangan.

“Kalau ada benturan-benturan di masyarakat kami akan turun sendiri untuk berdialog. Kalau dalam pemerintahan, Bupati atau Wali Kota tidak mampu menyelesaikan ya kami turun langsung untuk berdialog, baik itu kesalahpahaman antar suku maupun antar agama. Harus berani berdialog. Saya tidak akan memihak, keadilan harus ditegakkan karena saya punya kewajiban merawat, melindungi siapapun dia rakyat DIY,” papar Sri Sultan.

Sri Sultan meyakini, perbedaan akan menghasilkan akulturasi dan transformasi budaya masyarakat sehingga mampu menanggulangi permasalahan, meningkatkan pemahaman masyarakat dan menjadi fondasi persatuan yang kuat. Sebagai bagian dari Indonesia, DIY akan tetap dan selalu menjunjung demokrasi dengan kedaulatan ditangan rakyat. (uk/john/sd)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: