02 Nov 2023

Unik, Kampung Pitu Lestarikan Cara Hidup Leluhur

Gunungkidul (02/11/2023) jogjaprov.go.id - Kampung Pitu, terletak di Pedukuhan Nglanggeran Wetan, Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul. Menilik namanya, perkampungan unik dan sakral ini hanya ditinggali tujuh kepala keluarga, tidak boleh kurang atau lebih. Seiring perkembangan zaman, Kampung Pitu tetap mempertahankan tradisi leluhur dengan pembatasan jumlah kepala keluarga sebanyak tujuh orang.

Sebelumnya dikenal dengan Kampung Pitu, awalnya pemukiman tersebut bernama Kampung Telaga Gunung Wayang. Konon, terdapat pusaka sakti yang menempel pada pohon Kinah Gadung Wulung di puncak gunung tersebut dan belum ada yang bisa mengambilnya. Hingga Keraton Yogyakarta membuat sayembara dengan imbalan tanah secukupnya bagi siapa saja yang berhasil mengambil pusaka tersebut.

Alhasil sayembara tersebut dimenangkan Mbah Iro Kromo yang berasal dari Banyumas. Usai menerima imbalan tanah seluas 7 hektar tersebut, Mbah Iro melakukan babad alas membuat tempat tinggal yang kelak menjadi cikal bakal keberadaan Kampung Pitu. Kampung ini hanya boleh ditinggali keturunan langsung dari Mbah Iro Kromo dan terbatas hanya tujuh kepala keluarga saja.

Ada kepercayaan, mitos, turun-temurun di Kampung Pitu hanya boleh dihuni tujuh keluarga, apabila pantangan ini dilanggar, maka akan terkena. musibah atau kemalangan. BerbagaI adat tradisi maupun ritual keagamaan warga Kampung Pitu pun berperan meneguhkan kepercayaan bahwa Kampung Pitu hanya boleh dihuni oleh tujuh kepala keluarga.

Keturunan atau generasi kelima Mbah Iro, Surono mengungkapkan kampung ini belum pernah dihuni lebih dari tujuh keluarga hingga saat ini. Dari dulu, kampung yang sebelumnya bernama Telaga Gunung Wayang ini hanya dihuni tujuh keluarga. Nama Kampung Pitu itu baru disematkan sekitar 2014 karena hanya dihuni tujuh keluarga yang dari awal sampai sekarang tidak pernah lebih dan kurang dari angka tersebut.

“ Kampung Pitu selalu dihuni tujuh keluarga sejak awal hingga saat ini. Meski tak bisa dipungkiri setiap keluarga pasti ada yang memiliki anak lebih dari satu, tetapi pada akhirnya hanya satu keluarga yang hanya bisa tinggal di Kampung Pitu. Selebihnya ada yang merantau atau memilih tinggal di desa lain,” ujarnya kepada Tim Jinayakarta Humas Pemda DIY saat bertandang ke Kampung Pitu belum lama ini.

Warga Kampung Pitu memiliki mata pencaharian sebagai petani dan peternak menyesuaikan dengan kondisi lahan. Jika musim kemarau, warga berprofesi sebagai peternak baik ayam, kambing hingga sapi. Sedangkan pada musim hujan, warga mengolah sawah yang dimiliki untuk pertanian. Warga juga banyak yang berkebun mengingat letak kampung ini berada di area perbukitan.

Selain keunikannya, Kampung Pitu ini juga memiliki keindahan alam yang sangat luar biasa dan eksotik. Tentunya ini menambah daya tarik tersendiri bagi Kampung Pitu. Kampung Pitu mempunyai tiga puncak gunung yang menawarkan pemandangan alam mempesona yaitu Puncak Kampung Pitu, Puncak Watu Bantal dan Puncak Gung Tugu. Setiap puncak menyuguhkan pemandangan yang berbeda nan menakjubkan .

“ Sebenarnya banyak daya tarik pemandangan alam yang dimiliki Kampung Pitu. Dari atas puncak Kampung Pitu dengan ketinggian 750 mdpl apabila cuaca cerah dapat dilihat barisan awan, lima gunung hingga kawasan pemukiman. Dari Puncak Watu Bantal bisa melihat pemandangan Embung Batara Sriten, Embung Nglanggeran hingga Kota Wonosari dan sebaginya. Tentu saja bisa menyaksikan matahari terbit maupun tenggelam,” tutur Surono.

Di lokasi Kampung Pitu juga terdapat sumber mata air yang konon merupakan bekas Telaga Guyangan. Dahulu kala, telaga ini merupakan tempat pemandian kuda sembrani (kuda gaib). Kini, telaga yang telah mengering tersebut dimanfaatkan warga sebagai area persawahan, sedangkan sumber mata airnya tetap digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari maupun irigasi sawah.

“ Kami berharap dusun terpencil ini bisa menjadi tujuan wisata untuk menambah ekonomi warga setempat dan biar lebih maju. Terlebih dengan adanya akses jalan yang bisa diakses kendaraan bermotor roda dua. maupun roda empat saat ini. Sebelumnya akses jalan masih berupa tanah yang dibuka pada 2010 lalu. Saat ini, wisatawan yang menyewa Jeep Nglanggeran dapat singgah di Kampung Pitu ,” imbuhnya.

Kampung Pitu sebagai sistem organisasi adat memiliki keterikatan khusus pada siklus hidup warganya. Segala yang ada di Kampung Pitu adalah jantung dari siklus hidup masyarakatnya. Nilai-nilai keluhuran yang diajarkan di desa ini mencerminkan keteguhan sosial untuk melestarikan cara hidup leluhurnya. Aspek nilai kelestarian alam juga menjadi bagian dari ajaran Kampung Pitu. (Fn/Hk/Im/Sd/Stt)

Bagaimana kualitas berita ini: